Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik, Mulai Usia 0 Sampai 15 Tahun

Cariduit-dot -- Guru sebagai tenaga pendidik perlu memahami kemampuan kognitif peserta didiknya, yaitu dengan cara mengetahui perkembangan kognitif peserta didik. Dengan mengetahui perkembangan kognitif peserta didik maka guru akan memberikan materi belajar sesuai dengan kemampuan akalnya (potensi). Sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih nyaman dan mengikuti pembelajaran dengan baik sesuai dengan kapasitas kemampuan masing-masing peserta didik.

Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik, Mulai Usia 0 Sampai 15 Tahun
Image: Pixabay.com

Berikut ini penjelasan materi perkembangan kognitif peserta didik:

A. Pengertian Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Salah satu tujuan pendidikan Islam adalah pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah). Pendidikan akal ini menekankan pada perkembangan inteligensi manusia sebagai individu untuk menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. Dalam pendidikan Islam, bukan hanya memberikan titik tekan pada hafalan tapi juga proses intelektualitas dan proses pemahaman (Arif 2002).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jean Piaget, bahwa perkembangan kognitif anak terjadi secara bertahap. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi akan didapat secara bertahap dengan cara belajar aktif di lingkungan sekolah.

4 (empat) Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Jean Pieget:

  1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). Tahap ini disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.
  2. Tahap praoperasional (2-4 tahun). Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, yaitu dimana anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis , belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.
  3. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
  4. Tahap operasional formal (11-15 tahun) Tahap ini disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah (Mu’min 2013). Teori perkembangan kognitif menurut Piaget: https://www.youtube.com/watch?v=IhcgYgx7aAA

Sedangkan perkembangan kognitif menurut Lev Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Lev Vygotsky yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah saja dengan guru, tetapi pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari di sekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat (Anidar 2017).

Teori Kognitif menurut Lewin (teori medan) Teori ini dikemukakan oleh Kurt Lewin (1892-1947). Menurutnya, masing-masing individu berada dalam medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya; orang-orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi, serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan: a. Struktur medan kognisi b. Kebutuhan motivasi internal individu (Khodijah, 2014)(https://ejournal.uinib.ac.id)

Sedangkan menurut Jerome Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar (https://ejournal.uinib.ac.id)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan.

Aspek penting dalam Perkembangan kognitif dalam proses belajar peserta didik disekolah yaitu keterampilan kognitif, yakni kemampuan menata dan menggunakan pikiran dalam mengolah informasi, baik dalam belajar maupun tidak. Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah, lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat. Kemampuan keterampilan kognitif sangat diperlukan peserta didik (Ampuni 2015).

B. Karakteristik Kemampuan Proses dan Keterampilan Kognitif Peserta Didik

Proses kognitif dapat dijelaskan dalam pendekatan sistem pemrosesan informasi. Pendekatan pemrosesan informasi ini adalah proses memori dan proses berpikir. Menurut pendekatan ini, anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitasnya untuk memproses informasi, secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Beberapa konsep kemampuan kognitif anak yang terkait perkembangan proses kognitifnya, seperti persepsi, memori dan atensi.

1. Persepsi


Persepsi berasal dari kata ‘perception’, artinya tanggapan langsung dari sesuatu proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya (KBBI Daring).

Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan mengintrepetasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indera manusia. Meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada.

Persepsi adalah proses kognitif yang kompleks untuk menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang berbeda dengan kenyataan sesungguhnya (Akbar 2015). Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu: seleksi, penyusunan dan penafsiran.

Sedangkan menurut Walgito (2010) bahwa persepsi terjadi melalui tahap-tahap berikut: tahap pertama, disebut proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia. Tahap kedua, disebut proses fisiologis, yaitu proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris. Tahap ketiga, disebut proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. Tahap keempat, hasil yang diperoleh melalui proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

Berdasarkan pendapat di atas, dsimpulkan bahwa proses persepsi diperoleh melalui tiga tahap, yaitu:

  1. Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.
  2. Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
  3. Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

2. Memori

Pengertian Memori Menurut Para Ahli

Memori adalah sistem kognitif manusia yang berpungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharnan menyatakan bahwa: “Ingatan atau memori menunjukkan pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information over time)” (Suharnan 2005).

Sedangkan menurut Chaplin memori adalah keseluruhan pengalaman masa lampau yang dapat diingat kembali (Chaplin 2002, 295).

Gluck dan Myers mendefinisikan memori sebagai: “the persistence of learning over time via storage and retrieval of information” (Gluck and Chatherine E. Myers 2001).

Santrock mendefinisikan memori sebagai retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali) (Santrock 2009)

Tipe memori dibagi menjadi tiga, yakni:

  1. Memori Sensoris (pencatat indrawi). Reseptor adalah komponen-komponen sistem indrawi untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mencium. Pola aktivitas netral yang dihasilkan (informasi) ketika stimulan mencapai reseptor kemudian diproses melalui pencatatan indrawi hanya sekitar seperempat detik.
  2. Memori jangka pendek. Memori jangka pendek merupakan system memori berkapasitas terbatas dimana informasi hanya dapat dipertahankan sekitar 30 detik, kecuali informasi tersebut diulangi dapat bertahan lebih lama.
  3. Memori jangka panjang. Yaitu tipe memori dengan penyimpanan banyak informasi dalam rentang waktu yang lama dan relatif permanen.
  4. Berdasarkan Studi perkembangan memori, bahwa rentang memori meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2 tahun, anak anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada usia 7 tahun meningkat menjadi 5 digit dan 7 digit pada usia 12 tahun.

3. Atensi (Perhatian)

Atensi merupakan konsep multi-dimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif.

Apa itu Atensi? Menurut Chaplin atensi adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental (Chaplin 2002). Sedangkan Margaret W. Matlin istilah atensi digunakan untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang menanggapi (Matlin 1994, 43).

Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Aspek-aspek atensi yang berkembang selama masa bayi ini memiliki arti sangat penting selama tahun prasekolah. Hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) diukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah. Para ahli psikologi perkembangan meyakini bahwa perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran pengendalian kognitif perhatian sehingga anak-anak bertindak kurang impulsif. Beberapa aspek atensi meliputi:

  • Reseptor adjustment, penyesuaian alat indra terhadap objek yang menjadi perhatianya
  • Postural adjustment, penyesuaian sikap tubuh terhadap objek yang menjadi perhatiannya adalah yang menarik perhatianya.
  • Muscle tention, adanya tegangan otot, dalam hal ini berhubungan dengan adanya perhatian, disitulah adanya pemusatan energi
  • Central nervous adjustment, penyesuaian saraf pusat dalam melakukan perhatian. Hal ini dikarenakan dalam setiap penyesuaian, mekanisme saraf pusat yang mengaturnya.
  • Increases clearness, semakin jelas objek yang menjadi perhatian, akan semakin menarik perhatian individu.

Adapun faktor yang mempengaruhi Atensi ada dua yaitu: (1) Faktor internal berupa Motives, needs, preparatory set (kesiapan untuk merespon), interest (menaruh perhatian pada yang diminati). (2) Faktor eksternal  berupa ukuran dan intensitas, contrast dan novelty, rpentition atau pengulangandan movement atau gerakan.

C. Komponen Keterampilan Kognitif Peserta Didik

Setiap peserta didik akan mengalami proses kognitif yang sama namun kemampuannya berbeda-beda. Terdapat beragamkecenderungan keterampilan kognitif peserta didik, yakni: Mekagoknitif, Strategi Kognitif, Gaya Kognitif dan Pemikiran Kritis.

1.  Metakognitif

yaitu pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi. Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena individu menggunakan proses kognitif untuk merenungkan proses kognitifnya sendiri. Metakognitif tidak sama dengan kognitif atau proses berpikir (seperti membuat perbandingan, ramalan, menilai, membuat sintesis atau menganalisis). Sebaliknya metakognitif merupakan suatu kemampuan dimana individu berdiri di luar kepala dan mencoba untuk memahami cara ia berfikir atau memahami proses kognitif yang dilakukan, dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan (functional planning), pengontrolan (self monitoring), dan evaluasi (self evaluation).

Komponen Metakognitif terdiri dari pengetahun metakognisi dan aktivitas kognisi. Berikut penjelasannya:

Pertama, pengetahuan metakognisi meliputi usaha monitoring dan refleksi atas pikira-pikiran saat ini. Refleksi membutuhkan pengetahuan faktual tentang tugas, tujuan atau diri sendiri dan pengetahuan strategis tentang bagaimana dan kapan menggunakan prosedur- prosedur tertentu untuk memecahkan masalah.

Menurut John Flavell (dalam Desmita 2010, 134) pengetahuan metakognitif dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu: (1) variabel individu, mencakup tentang person, manusia (diri sendiri dan juga orang lain), yang mengandung wawasan bahwa manusia, termasuk saya sendiri, memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses. (2) variabel tugas, mencakup pengetahuan tentang tugas- tugas (teks), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih muda memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas, dan (3) variabel strategi, mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan.

Kedua, Aktivitas kognisi disebut juga pengaturan kognisi (regulator of cognition) mencakup usaha-usaha siswa memonitor, mengontrol, atau menyesaikan proses kognitifnya dan merespons tuntutan tugas atau perubahan kondisi.

2. Strategi Kognitif

Adalah salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seseorang peserta didik dalam belajar. Strategi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis dan evaluasi. Pemikir yang baik akan menggunakan strategi secara rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan dimana mesti menggunakan strategi (pengetahuan metakognitif tentang strategi). Memahami kapan dan dimana mesti menggunakan strategi sering muncul dari aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran (Santrock 2009).

3. Gaya Kognitif

Yaitu karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berfikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi, dan seterusnya) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. Menurut Woolfolk didalam gaya kognitif terdapat cacar yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi (Woolfolk 1997)

Bentuk-bentuk Gaya Kognitif menurut ahli Fsikologi:

  1. Gaya kognitif impulsif dan reflektif. Gaya ini menunjukkan kecepatan berpikir. Menurut Santrock “impulsivity is a cognitive style in which individuals act before they think”. Sedangkan “reflection is a cognitive style in which individuals think before they act, usually scanning information carefully and slowly” (Santrock 2009). Dibandingkan dengan peserta didik yang impulsif, peserta didik yang reflektif lebih mungkin melakukan beberapa tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
  2. Gaya kognitif field dependent dan field independent. Kedua gaya ini merupakan tipe gaya kognitif yang mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

4. Pemikiran Kritis

Pemikiran kritis merupakan kemapuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik. Berpikir kritis berarti merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, baik lisan atau tulisan.

Karakteristik pemikiran Kritis:

1)  kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan
2)  kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi
3)  kemampuan untuk berpikir secara deduktif
4)  kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis
5)  kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan yang kuat

Menurut pendapat Beyer (dalam Nur dan Wikandari 2000) ada 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam berargumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid), yaitu: 

1)  Keterampilan membedakan beberapa fakta yang dapat diverifikasi adan nilai-nilai yang sulit diverifikasi
2)  Membedakan antara informasi, tuntunan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan.
3)  Menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan
4)  Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari suatu sumber.
5)  Mengidentifikasi tuntutan atau argument yang mendua.
6)  Mengidentifikasi asusmsi yang tidak dinyatakan.
7)  Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan).
8)  Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika.
9)  Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran.
10)  Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan

D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Secara garis besar terdapat dua faktor utama, yakni hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu saling terhubung (Asrori 2012).

1. Faktor hereditas. Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anak telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu. Namun potensi ini tidak bisa berkembang tanpa adanya peran lingkungan. 

2. Faktor lingkungan. Yaitu lingkungan keluarga dan sekolah. Intervensi paling penting dilakukan oleh orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Begitu juga Peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah:

  1. faktor kematangan tiap organ (fisik maupun psikis), yaitu kesanggupan tiap organ menjalankan fungsinya yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif.
  2. faktor keterbukaan, yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi
  3. faktor minat dan bakat, yang mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi.
  4. faktor kebebasan, yaitu keleluasaan individu untuk berpikir divergen (menyebar) berrati manusia dapat memilih berbagai metode tertentu untuk memecahkan masalah (Hijriati 2016, 45).

E. Implikasi Perkembangan Kognitif Peserta Didik dalam Pembelajaran

Setelah membaca perkembangan kognitif di atas, walaupun belum semuanya saya pahami dan memang perlu diulang-ulang membacanya agar lebih paham.

Implikasi dalam pembelajaran perlu melihat bangunan metodologi pendidikan Islam sehingga dari situ dapat ditentukan strategi pembelajaran dengan mempertimbangkan aspek kognitif peserta didik.

Prinsip pemakaian metodologi pendidikan agama Islam yaitu:

  1. Pengenalan yang utuh terhadap peserta didik, baik dari umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan mereka.
  2. Berstandar kepada tujuan, oleh karena metode diaplikasikan untuk mencapai tujuan,
  3. Menegakkan uswah hasanah (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik (Arif 2002).

Dalam pendidikan Islam, prinsip penggunaan metode al-tadarruj fi al-talqien sebagaimana pernyataan al-Gazali

“berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. 

Atas dasar pemikiran bahwa anak didik memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik seyogyanya mempertimbangkan metode mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik (Arif 2002)

Strategi Guru dalam mengembangkan Proses Kognitif Peserta Didik

Strategi guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya, yaitu:

  1. Ajak peserta didik memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan. Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting.
  2. Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan. Gunakan komentar instruksional, seperti: “Baik, mari kita diskusikan...!” “Sekarang perhatikan...!” dan buat pembelajaran menjadi menarik.
  3. Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai bagian dari pembelajaran di kelas. Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan.
  4. Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah setting ruangan.
  5. Hindari perilaku yang membingungkan, dorong peserta didik untuk mengingat materi secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu.
  6. Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori, serta memahami dan mengombinasikan informasi tersebut.
  7. Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonic.

Upaya guru dalam mengembangkan kemampuan kognisi peserta didik:

  1. Guru harus mengajar dan menganjurkan siswanya menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
  2. Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan, dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit (Desmita 2010)
  3. Menunjukkan strategi belajar dan mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri
  4. Mengidentifikasi beberapa situasi terkait kemungkinan suatu strategi dapat digunakan dalam belajar
  5. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar sendiri sedikit atau tanpa guru.

Kesimpulan

Penting bagi seorang guru sebagai tenaga pendidik untuk lebih memperdalam dan memahami karakteristik peserta didik terutama dari segi perkembangan kognitif peserta didik itu sendiri. Sebagaimaa sudah dijelaskan diatas, bahwa setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif peserta didik, yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan. Faktor hereditas tentu menjadi faktor paling utama tingkat intelektualnya peserta didik, namun faktor ini juga kemungkinan tidak bisa berkembang dengan maksimal jika tidak ada peran lingkungan.

Untuk faktor lingkungan, peran orang tua dirumah sangatlah penting dalam mengintervensi anaknya memberikan pengalaman berbagai kehidupan sehingga anak tersebut memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Kenapa peran orang tua sangat penting, karena itulah lingkungan pertama yang dikenal anak sejak masa kanak-kanak hingga dewasa.

Nah, ada beberapa permasalahan yang terjadi yang bisa menghambat perkembangan kognitif peserta didik itu sendiri yaitu pengaruh negatif masalah keluarga. Kasus seperti inilah yang sering saya temukan disekolah tempat saya mengajar.

Contoh paling nyata adalah ketika masalah keluarga (orang tua siswa) diketahui oleh anaknya sehingga anaknya benar-benar ngedrop gara-gara masalah rumah tangga orang tuanya. Yang akhirnya mental anak terganggu, mulai malas mengerjakan tugas, malas sekolah, anak jadi pendiam, yang akhirnya putus sekolah.

Satu contoh lagi yang sering saya temukan yaitu terlalu kuatnya intervensi orang tua kepada anaknya. Tujuan orang tua tersebut sangatlah baik ingin anaknya sukses. Namun jika dilakukan dengan cara perlakuan fisik, sudah jelas sekali meruntuhkan mental anak.

Banyak sekali contoh kasus yang sama yang dialami oleh anak didik saya sendiri, bahkan sampai anak tersebut tidak pulang kerumah dalam beberapa hari.

Itulah mungkin salah satu masalah terjadinya miskonsepsi dalam pembelajaran menyangkut faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif peserta didik yang selama ini terjadi.

Post a Comment for "Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik, Mulai Usia 0 Sampai 15 Tahun"